Senin, 27 Februari 2012

Kuatnya Cinta...

Ada sebuah kisah yang baru saya dapat melalui perbincangan dengan seorang pria tua semalam. Ia adalah seorang pemuda dengan tipe pekerja keras dan sangat mencintai keluarganya. Kami pun saling bercerita dan bertukar pengalaman. Yah, karena usia saya masih terlalu muda jika di bandingkan dengan beliau, maka saya hanya bercerita tentang sedikit pengalaman saja yang baru saya rasakan. Lalu beliaupun bercerita...

Jauh sebelum saya lahir tepatnya pada tahun 70an, sebut saja pria tua itu bernama pak Joko asal kota Solo jateng memiliki profesi sebagai buruh pemasang tower untuk radio di salah satu P.T di jakarta. Karena profesinya itu kerap ia mendapat panggilan ke luar daerah bersama krunya yang berjumlah 3
orang hingga sudah pernah mengelilingi nusantara untuk memasang tower tersebut. Banyak sekali pengalaman yang ia rasakan di saat ia berpetualang menyusuri negeri. Susah, senang, sedih dan gembira sudah pasti pernah di rasakan. Suatu ketika ia pernah bertemu dengan orang orang baik adapula bertemu dengan orang yang tempramen. Pengalaman yang paling berkesan menurutnya ada pada saat timnya mendarat di loksemawe Aceh. Disana ia bertemu dengan orang yang sangat ramah dan jujur, " sampai koper saya ketuker aja masih mau di balikin, padahal jauh banget rumah kami... " tuturnya sambil tersenyum menghiasi wajah keriputnya yang sudah sangat renta dan lelah. Saya pun tersenyum dan masih penasaran untuk mendengar kisah kisahnya yang mungkin bisa saya ambil menjadi sebuah pengelaman berarti bagi hidup saya.

30 tahun berlalu, pak Joko kini beralih profesi sebagai driver pabrik makanan karena mendapat PHK dari P.T tempat ia bekerja dulu pasca reformasi orde baru. Ia hidup dengan penuh semangat karena harus bisa bekerja keras untuk menghidupi satu istri dan ketiga putranya. Istrinya dahulu menganut agama nasrani dan pak Joko seorang muslim. Ia juga menceritakan awal permulaan bagaimana ia bisa menemukan cinta sejatinya itu. Pak Joko muda adalah seorang yang bersemangat dan loyal terhadap pekerjaannya, bersahaja serta bertanggung jawab. Sifat positifnya itu membuat para 'dara' menjadi semakin menggila. Waktu itu di ceritakan bahwa ia telah mempunyai hingga tujuh wanita yang di pacarinya. Meski demikian, cintanya pun berhenti pada satu wanita pilihannya yang berbeda keyakinan dengannya. Singkar cerita mereka pun ingin menikah, namun sayang hal itu pun di bantah oleh ayah sang wanita dengan alasan keyakinan dan status sosial yang berbeda. " Kami keluarga terhormat dan kesembilan putri saya tak akan saya jodohkan dengan orang orang seperti kamu yang seorang penganggur... " kata pria yang menjadi ayah pujaan hatinya itu. Pahit memang yang di rasakan pak Joko saat itu, namun tidak sampai di situ perjuangannya untuk mendapatkan cita cita yang ia anggap adalah tujuan cinta terakhir dalam hidupnya. Demi dia, ia rela memutuskan semua pacarnya, tidak ingin mendekati wanita lain, dan bersungguh sungguh mencintai wanita itu. Pak Joko pun sholat tahajjud untuk meminta pertolongan dari Gusti Allah, dan do'anya pun di jamah. Tiga bulan berlalu, pak Joko di panggil oleh calon Mertua yang memintanya untuk menikahi putri kesayangannya. Pak Joko terkejut dan bertanya tanya mengapa secepat itu ayahnya berubah pikiran. Namun dari pada pikirannya itu membuat waktu semakin terkuras, maka ia langsung bergegas menemui calon mertuanya. Setiba nya ia di rumah sang camer, ia pun kaget karena ternyata camer sudah sakaratul maut. Pak Joko di suruh mendekat kemudian di berikan sedikit nasehat oleh camer.

" Saya meminta maaf sebesar-besarnya atas kekeliruan saya menilai mu. Saya tahu bahwa orang terpandang belum tentu memiliki kesempurnaan. Ke delapan anak saya sudah pergi meninggalkan saya terbaring lemah dengan suami mereka. Meski demikian, anak anak saya juga mengalami hal yang buruk semasa remaja. Ada yang hamil di luar nikah, ada yang di ceraikan, ada yang hamil namun pasangannya tidak ingin bertanggung jawab. Semua itu karena kebebasan yang saya berikan untuk mereka. Terlepas dari itu semua, saya melihat orang yang bijaksana berdiri di hadapan saya sekarang. Orang yang jujur, pekerja keras, penuh tanggung jawab dan ikhlas. Dengan ini akan saya titipkan anak saya untuk mu dan tolong berilah ia nafkah yang baik..." setelah berkata demikian, sang camer pun menutup mata dan pergi untuk selama lamanya.

Tahun demi tahun berlalu, istri pak Joko pun masuk islam dan menikah dengannya. Mereka hidup dengan serba keterbatasan. Meski demikian, usia yang sudah cukup renta masih belum bisa membendung semangatnya bekerja mencari nafkah. Pak joko muda kini sudah terkulai lemah. Usianya yang kini sudah menginjak 60 tahun, sudah tak layak lagi untuk bekerja. Ia di berhentikan dari pekerjaannya sebagai driver oleh bosnya. Kerasnya hidup di kota Jakarta memaksanya untuk tetap konsisten mencari sesuap nasi bagi keluarganya. Atas cinta , kasih dan sayang yang tiada bertepi bagi istri dan anak anaknya, ia rela menjadi buruh di pelabuhan, kenek metro mini, pedagang asongan, penjual gorengan, bahkan ia pernah ngamen di jalanan meski ia memiliki rambut yang penuh uban dan tubuh yang rapuh. Semua ia lakukan berkat cinta yang tumbuh menjelma menjadi kekuatannya dan berada pada ketiga anaknya.

Apa yang di lakukan kini menuai hasilnya. Kini terjawab sudah pertanyaan yang meresahkannya selama ini yakni apakah ia dapat menyekolahkan ke tiga anaknya setinggi tingginya atau tidak. Ketiga anaknya mendapat beasiswa di perguruan perguruan tinggi ternama di Indonesia. Mereka pun melanjutkan studi di dalam dan luar negeri guna mendalami ilmu masing masing. Pak joko pun kini bisa lebih tenang menjalani sisa sisa hidupnya dengan tersenyum lega. Meski demikian, kedua putranya tidak ingin bertemu dengannya lagi setelah memiliki keluarga karena malu memliki orang tua yang miskin. Adalah anak ketiganya yang masih membalas cintanya dan ingin membeli rimah untuk tempat kediamannya bersama sang istri. Namun ia menolaj pemberian anaknya dan memilih untuk tetap tinggal di gubuk tua bersejarah yang telah melahirkan dan membesarkan ketiga puteranya itu. Ia pun ingin terus bekerja untuk mengilangkan rasa jenuhnya di rumah. Kini tinggallah pak Joko dengan istrinya yang hanya berdua di rumah tercinta mereka. " Tidak ada istana yang paling indah selain rumah saya... " katanya dengan wajah yang berseri seri. Saya pun tak dapat menahan rasa haru dengan tangisan di dalam hati.

Kini saya mendapat sebuah pelajaran yang berharga dalam hidup dimana kita harus selalu tersenyum menghadapi kerasnya masalah yang datang dan dengan penuh ikhlas kita lewati semuanya. Sekarang pak Joko hidup bahagia dengan pekerjaan terakhirnya sebagai tukang parkir di salah satu kawasan perumahan di pinggiran Depok. Pekerjaan ini menurutnya adalah teman bagi sepinya dan sanggup menghilangkan kerinduannya dengan putera puteranya, karena banyak yang ia temui disana.

Sebuah kisah yang sangat menginspirasi saya dan mudah mudahan juga bagi para pembaca cerita ini. Di dalam kehidupan kita jarang untuk bisa menghabiskan waktu dengan keluarga, istri, anak anak, sanak saudara dll. Kita lupa bahwa harta terindah adalah keluarga. Di samping itu, kini jarang kita temui orang orang seperti pak Joko yang baik, jujur, penuh tanggung jawab, optimis dan loyal. Sebaliknya, kita selalu pesimis, suka mengada ada, menyepelekan pekerjaan dan senang menjelek jelekan orang lain. Hanya dengan mempunyai sebuah kekuatan cinta yang besar, kita mampu melahap pecahan kaca, mampu menginjak bara api, mampu di tindih gunung tinggi, dan kita mampu menghancurkan tembok keangkuhan. Cinta sejati adalah rahasia yang hanya mengenal kata "memberi". Dengan demikian, adanya cerita ini harapan saya bisa sedikit memberi pengeruh positif kepada pembaca untuk mulai membenahi diri agar menjadi pribadi yang sederhana dan bersahaja serta mampu menularkan hal positif bagi orang orang yang ada di sampingnya. Cukup sekian dan Terima kasih atas waktu yang di luangkan untuk membaca artikel ini.

Terima kasih pak Joko, atas pelajaran yang bapak berikan. Semoga saya bisa bertemu dengan Joko-Joko yang lain yang bisa memberikan ilmu jauh lebih bermakna untuk hidup saya. AMIN

Depok, 26 February 2012
Achmad Rohany

Tidak ada komentar:

Posting Komentar